MATACYBER.COM | CILEGON – Mencermati dugaan konspirasi bisnis dan usaha perusahaan vendor-vendor pendukung di Krakatau Posco yang diduga berbau busuk dan menyengat karena puluhan tahun dicengkeram dan dikuasai oleh entitas rasis oknum warga Korea Selatan, mengingatkan kita pada penjajahan dan kejahatan korporasi yang pernah dilakukan terhadap bangsa ini oleh Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) Belanda, atau juga dikenal sebagai "Dutch East India Company".
Bangsa Indonesia perlu melawan lupa bahwa awal mula dan asal-usul bangsa kita dijajah adalah oleh sistem “company”, atau dalam istilah warga pribumi disebut dengan “kompeni”, yang saat ini dikenal dengan sebutan “perusahaan” atau “korporasi”.
Hal ini disampaikan oleh Ahmad Munji, akademisi perguruan tinggi di Kota Cilegon. Menurut Ahmad Munji, sejak Krakatau Posco berdiri tahun 2010/2011 dan memulai aktivitas produksinya sekitar tahun 2013 (lebih dari sepuluh tahun), potensi bisnis dan usaha di Krakatau Posco hampir sebagian besar atau seluruhnya diduga dicengkeram kuat oleh para vendor-vendor perusahaan milik entitas rasis oknum warga Korea Selatan yang diduga mendapatkan hak istimewa dan perlakuan khusus tertentu (privilege) dari Krakatau Posco. Hal tersebut diduga menjadi penyebab kerugian Krakatau Posco itu sendiri.
Padahal, Krakatau Posco merupakan pengelola pabrik baja patungan saham Joint Venture (JV) yang di dalamnya terdapat 50% saham perusahaan negara BUMN, PT Krakatau Steel (Persero) Tbk atau KRAS, yang seharusnya mendapatkan keuntungan dari keberadaan kepemilikan sahamnya.
Sejak dilakukan Joint Venture (JV), diduga KRAS tidak pernah mendapatkan sharing dividen bagi hasil atas keberadaan 50% sahamnya di Krakatau Posco. Namun, semua vendor-vendor bisnis dan usaha pendukung Krakatau Posco yang tidak ada hubungan saham dengan Joint Venture (JV) justru mendapatkan keuntungan berlimpah-limpah, terutama vendor-vendor perusahaan yang merupakan milik entitas rasis oknum warga Korea Selatan dimaksud.
Mulai dari pengadaan bahan baku, bahan baku pembantu, kontrak-kontrak jasa, pengadaan suku cadang, pengelolaan limbah, sampai penjualan produk — terutama ekspor ke wilayah Asia Tenggara — semua diduga dicengkeram dan dikuasai oleh vendor-vendor perusahaan milik entitas rasis oknum warga Korea Selatan. Mereka diduga berkonspirasi membangun persekongkolan dan monopoli persaingan usaha tidak sehat sesama oknum warga Korea yang menjabat dan berperan di Krakatau Posco dan para oknum entitas rasis pemilik perusahaan vendor yang berkontrak dengan Krakatau Posco.
Hal ini diduga karena adanya perlakuan hak-hak istimewa yang diberikan oleh oknum Krakatau Posco kepada vendor-vendor entitas rasis oknum Korea dimaksud, yang hampir sama dengan perlakuan hak-hak istimewa semacam itu yang juga diterapkan pada zaman penjajahan dan kejahatan korporasi Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) Belanda atau juga dikenal sebagai "Dutch East India Company" yang pernah terjadi di negeri ini.
Kita berharap pemerintah melalui Kementerian BUMN dan KRAS sebagai perusahaan negara BUMN yang merupakan pemegang 50% saham di Krakatau Posco jangan membiarkan perusahaan negara dirugikan. Perlu kami tegaskan bahwa investasi patungan saham 50% POSCO Korea dengan 50% saham KRAS sebagai perusahaan negara (BUMN) itu perlu didukung. Akan tetapi, yang menjadi masalah adalah apabila lebih dari 10 tahun perusahaan negara tidak mendapatkan dividen dan keuntungan. Maka untuk apa patungan investasi apabila bangsa dan negara ini terus menerus dirugikan?
Kami juga meminta lembaga penegak hukum untuk memeriksa semua potensi bisnis dan usaha di Krakatau Posco yang sudah puluhan tahun dicengkeram dan dikuasai oleh perusahaan vendor-vendor oknum rasis entitas warga Korea Selatan tersebut. Karena tidak menutup kemungkinan banyak praktik kejahatan korporasi, mulai dari persekongkolan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, praktik kejahatan abused transfer pricing, dugaan tindak pidana korupsi dan pencucian uang (TPPU), serta dugaan kejahatan korporasi lainnya.
Tindakan dan sanksi atas kejahatan dan pelanggaran hukum di Indonesia ini tentu bukan saja berlaku bagi Warga Negara Indonesia (WNI), tetapi juga berlaku bagi siapa saja yang berusaha dan berada di Indonesia, termasuk kepada para Warga Negara Asing (WNA) yang melakukan kejahatan dan pelanggaran hukum.
Oleh sebab itu, kami meminta agar dugaan konspirasi dan kejahatan korporasi “warung-warung dalam toko” milik entitas rasis oknum warga Korea Selatan yang telah puluhan tahun mencengkeram bisnis di Krakatau Posco dapat diungkap. Ini penting untuk memastikan agar bangsa ini tidak dirugikan seperti pada zaman penjajahan korporasi yang dilakukan oleh semodel Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) Belanda atau "Dutch East India Company", dalam bentuk penjajahan ekonomi cara baru melalui sistem perusahaan company.