MATACYBER.COM | CILEGON - Kota Cilegon genap berusia 26 tahun, namun di balik geliat industrinya yang masif, tumpukan persoalan mendasar justru kian nyata. Dari ketimpangan pendidikan hingga dugaan praktik korupsi di pelayanan publik, pemerintah daerah dinilai belum mampu menghadirkan pembangunan yang merata dan berkualitas untuk seluruh warganya.
Dalam refleksi 26 tahun Cilegon yang disampaikan Ikatan Mahasiswa Cilegon (IMC), terungkap berbagai masalah krusial yang masih menghantui kota baja ini. Sektor pendidikan mencatat angka putus sekolah sebesar 13,24 persen — tertinggi ketiga di Provinsi Banten. Kondisi ini memperlihatkan ketimpangan serius dalam akses pendidikan yang layak.
Krisis kesehatan juga menampakkan wajah suramnya. Sepanjang tahun 2024, sebanyak 34.000 warga dilaporkan menderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), disusul kasus stunting yang masih tinggi dengan 876 anak terdampak. Pada Maret 2025, laporan menunjukkan 131 kasus baru HIV/AIDS, mencerminkan lemahnya kontrol kesehatan masyarakat.
Tak hanya itu, pelayanan publik di Cilegon dikabarkan masih sarat dengan indikasi praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), yang merugikan masyarakat sekaligus menggerus kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah.
“Indikasi KKN memperparah ketidakmerataan pelayanan publik yang seharusnya menjadi hak dasar warga," ujar Ahmad Maki, Ketua Umum Ikatan Mahasiswa Cilegon, Senin, 28 April 2025.
Masalah ketenagakerjaan turut memperburuk keadaan. Pada 2024, sebanyak 12.141 orang tercatat sebagai pengangguran. Kondisi ini diperparah dengan masih banyaknya kawasan kumuh, rumah tidak layak huni, serta keterbatasan akses air bersih — potret ketimpangan kesejahteraan yang mencolok di tengah megahnya kawasan industri.
Ahmad Maki menegaskan, pihaknya mendesak Pemerintah Kota Cilegon untuk segera melakukan perbaikan serius di berbagai sektor.
“Sudah terlalu lama masalah ini didiamkan. Kami mendesak pemerintah segera menyelesaikan tujuh agenda prioritas RPJMD, menuntaskan problematika mendasar kota, menindak tegas praktik KKN, serta memastikan DPRD menjalankan fungsi pengawasan dengan tegas,” katanya.
Menurut Ahmad Maki, usia 26 tahun seharusnya menjadi momentum pembenahan total, bukan sekadar perayaan seremonial.
"Pemerintah harus berani bercermin dan membenahi semua sektor secara nyata. Jangan biarkan pembangunan hanya dinikmati segelintir orang," ujarnya.
Memasuki usia seperempat abad lebih, Cilegon tampaknya masih harus bercermin lebih jujur: kemajuan industri tidak boleh menutupi luka-luka sosial yang menganga di tubuh kota ini. (*/Red)